Berlanta Ginting, S.E., M.Div., C.Med.(Komisioner Komisi Informasi Kaltara Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi)
Artikel:Pengenalan Komisi Informasi
“Tak kenal, maka tak cinta,” kata pepatah Melayu. “Out of sight, out of love” tutur proverb dalam bahasa Inggris yang juga punya pengertian hampir sama pepatah Melayu tersebut yang dapat diartikan “Sesuatu yang tak pernah dilihat, sangat sulit untuk dapat dikenal.” Sulit mengenal apa itu Komisi Informasi kalau tak pernah disosialisasikan. Oleh karena itu, lebih lanjut diperlukan sosialisasi tentang Undang Undang Keterbukaan Informasi yang di Indonesia sudah berusia enam belas tahun.
Dalam kaitan dengan sebuah lembaga, maka pengenalan terhadap lembaga itu datang melalui interaksi dan sosialisasi. Logika sederhananya, jika tak diperkenalkan, bagaimana mungkin masyarakat bisa kenal? Perlu sebuah alat (tool) untuk mengenal kelembagaan melalui undang-undang yang mendasarinya. Ibarat rumah, undang-undang adalah fondasi yang menopang berdirinya sebuah bangunan. Dari aturan pula kita bisa menggali fungsi dan wewenang kelembagaan yang ada tersebut.
Sebagai negara yang mengalami reformasi struktural sejak tahun 1998, maka salah satu dampak signifikan adalah munculnya gerakan keterbukaan informasi publik di Indonesia yang berlangsung secara masif seiring dengan gerakan yang sama di dunia internasional. Muara dari semangat keterbukaan terwujud dengan iahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU KIP) yang mendasari dibentuknya lembaga bernama Komisi Informasi yang kemudian diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya.
UU KIP menunjuk Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi. Ketiga fungsi kelembagaan ini disebutkan dalam pasal 23 UU KIP. Dalam urutan ketatanegaraan, Komisi Informasi merupakan Lembaga Pemerintah Nonstruktural (LNS) yang mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang membuka ruang kesadaran bagi masyarakat dan badan publik untuk sadar akan hak dan kewajibannya dalam mengakses dan membagikan Informasi Publik.
Keterbukaan ini meliputi transparansi dalam birokrasi, partisipasi masyarakat dalam bernegara dan kolaborasi antarkomponen negara. Secara historis, munculnya gerakan keterbukaan informasi di dunia internasional membuat bangsa bangsa menjadi tanpa batas karena apa yang terjadi di suatu negara akan secara serta merta dapat diketahui negara negara lain. Keterbukaan Informasi Publik menjadi suatu keniscayaan pada era pemerintahan yang bersifat terbuka (open government) yang menitikberatkan kegiatan pemerintah dan pengelolaan negara harus terbuka pada semua tingkatan dan dapat diawasi oleh publik.
Sampai di sini, menjadi jelas bahwa Komisi Informasi ini dibentuk sebagai pelaksana dari Keterbukaan Informasi di Indonesia (the guardian of information disclosure). Lebih lanjut, Pasal 24 ayat 1 menjelaskan struktur Komisi Informasi yang memuat penjelasan bahwa Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota." Hingga tahun 2024 ini, Komisi Informasi telah berdiri di 34 provinsi dan 5 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Kalimantan Utara telah berdiri sejak tahun 2018.
Namun demikian, dalam perjalanannya, lembaga Komisi Informasi Kalimantan Utara atau yang disingkat dengan nama KI Kaltara ini belum banyak dikenal berbagai kalangan di Kalimantan Utara. Berbeda dengan sekondannya sesama lembaga nonstruktural (LNS) seperti Ombudsman RI Perwakilan Kaltara yang lebih dikenal Badan Publik pemerintah, nama KI Kaltara ini masih terasa asing di telinga badan publik dan warga masyarakat, padahal keberadaan lembaga ini sudah memasuki periode kedua kelembagaannya yakni 2023 2027. Kedudukan Komisi Informasi ini sendiri sama seperti lembaga mandiri lainnya: KPK, Komnas HAM, Ombudsman, KPU, KPPU, Komisi Yudisial Salah Anggapan Terhadap Komisi Informasi.
Terdapat banyak anggapan yang keliru tentang lembaga ini yang perlu diluruskan agar menjadi jelas peran KI Kaltara di tengah tengah pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik. Dalam percakapan sepintas, masih banyak warga masyakarat yang menganggap KI/KIP itu adalah KPI yang berarti Komisi Penyiaran Informasi. Padahal, nama saja yang punya kemiripan, tetapi fungsi dan wewenang yang dimiliki kedua lembaga ini berbeda, dan terlebih lagi, undang undang yang mendasari berdirinya kedua komisi independen ini berbeda satu sama lainnya.
Anggapan salah lainnya adalah Komisi Informasi ini merupakan bagian dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) yang memang rata rata ada di pemerintah provinsi sehingga banyak khalayak menganggap komisi yang dibentuk berdasarkan Pasal 24 UUD 45 angka 3 ini merupakan subordinasi dari Diskominfo setempat. Secara undang undang tidak seperti itu. Komisi Informasi adalah lembaga independen yang bukan merupakan bagian dari pemerintah setempat, melainkan lembaga mandiri yang punya garis kelembagaan di pusat, provinsi dan jika dibutuhkan di kabupaten/kota sesuai dengan pasal 24 UU KIP ayat 1.
Seperti namanya yang berkaitan dengan istilah informasi, maka tak jarang juga warga masyarakat menganggap lembaga ini merupakan sejenis lembaga penyedia informasi. Apa apa terkait dengan informasi yang dianggap penting, maka komisi ini yang harus paling tahu lebih dulu, warga bisa minta ke KI Kaltara, begitu persepsi mereka. Lembaga ini menjadi sejenis lembaga penyedia informasi yang fungsinya seperti tayangan infotainment yang menginfokan hal hal penting menyangkut hal hal yang terjadi di sekitar kita. Padahal bukan seperti itu fungsi dari Komisi Informasi yang bertugas menjalankan UU KIP, menetapkan petunjuk teknis Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) dan menyelesaikan sengketa informasi publik (Pasal 23 UU KIP).
Masih tentang kekeliruan, badan publik dan masyarakat juga buta dengan fungsi dan wewenang lembaga ini dalam hal menyelesaikan sengketa informasi. Ini sesuatu yang aneh di telinga publik. Bagaikan bumi dan langit dalam memahami fungsi peradilan umum dengan fungsi penyelesaian sengketa informasi yang melekat dalam diri Komisi Informasi. UU KIP memberi komisi ini kewenangan untuk menyelesaikan sengketa informasi dengan tujuan awal mengurangi beban peradilan umum yang penuh sesak dalam menangani perkara informasi yang masuk ranah administratif Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dengan terbentuknya lembaga ini, maka Komisi Informasi diberi wewenang menangani penyelesaian sengketa informasi melalui jalur penyelesaian di luar pengadilan. Ini yang disebut penyelesaian melalui jalur ajudikasi nonlitigasi. Kekuatan putusan Komisi Informasi dalam hal sengketa informasi setara dengan putusan pengadilan tingkat pertama (negeri). Komisi Informasi bisa disebut guasi (semi) pengadilan karena dapat menjalankan fungsi peradilan khusus dalam hal sengketa informasi. Undang Undang Dasar 45 secara implisit menyebutkan badan badan lain di luar peradilan yang mempunyai fungsi kehakiman dalam Pasal 24 ayat 3:
"Badan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang undang."
Masyarakat dapat mengajukan permohonan kepada Badan Publik untuk jenis informasi apa yang diinginkan dan dapat mengajukan keberatan kepada Badan Publik jika Badan Publik tidak memberikan informasi yang dimaksud. Memang, tidak semua informasi dapat dibuka, namun undang undang memberi ruang besar bagi yang namanya Keterbukaan Informasi. Apabila masyarakat merasa tidak puas dengan tanggapan dari Badan Publik, masyarakat dapat mengajukan sengketa informasi kepada Komisi Informasi. Dalam penanganan sengketa ini Komisi Informasi berperan menyidangkan sengketa, menguji fakta yang ada dan memberi keputusan apakah informasi tersebut harus diberikan atau tidak.
Tata Kelola Komisi Informasi Komisi Informasi memiliki 7 (tujuh) orang komisioner di tingkat pusat dan 5 (lima) orang di tingkat provinsi sesuai dengan Pasal 25 UU KIP. Ada ketua, wakil ketua, bidang ASE (Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi), Bidang Kelembagaan dan bidang PSI (Penyelesaian Sengketa Informasi). Sifat ketua bukan bossy (menjadi bos) terhadap komisioner yang lainnya karena dalam kedudukannya dengan komisioner lainnya adalah sejajar. Logikanya, tak mungkin semua komisioner menjadi ketua, harus ada yang dipilih untuk menjadi juru bicara dan pelaksana tindakan administratif secara kelembagaan.
Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi ini didukung/dibantu oleh tim sekretariat yang difasilitasi oleh pemerintah provinsi melalui pejabat selevel kepala bidang dibantu beberapa staf ASN maupun tenaga honorer. Salah satu kepala bidang ini otomatis menjadi sekretaris Komisi Informasi (ex officio). Pasal 29 UU KIP menjabarkan bahwa anggaran Komisi Informasi dibebankan kepada APBD provinsi setempat. Dalam relasi ini dapat disebut mitra kerja Komisi Informasi adalah Diskominfo setempat.
Masa jabatan komisioner ini adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk periode berikutnya melalui proses seleksi, bukan penunjukan. Batas maksimal adalah 2 (dua) periode saja. Ada keinginan menjadikan masa jabatan untuk 5 tahun seperti KPK yang sebelumnya 4 (empat) tahun, kemudian berubah menjadi 5 tahun, namun revisi itu harus didasari kemauan kuat dari pembuat undang undang atau harus melalui pengajuan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi. Jika tidak ada good willing dari pembuat undang undang, maka sulit untuk mengubah materi UU KIP terkait masa jabatan atau nomenklatur.
Monitoring & Evaluasi (Monev)
KI Kaltara bertanggung jawab ke Gubernur dan melaporkan tugas dan fungsinya ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara. Pengangkatan dan pemberhentian diatur menurut Pasal 33 UU KIP. Atas dasar laporan tugas dan fungsi yang harus dilaporkan ke Gubernur dan DPRD Kaltara, maka KI Kaltara berinisiatif untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap badan publik yang ada dalam berbagai kategori. Tujuannya adalah untuk menilai kepatuhan Badan Publik dalam menjalankan kewajibannya berdasarkan UU KIP dan peraturan turunannya.
Badan Publik akan diberi penilaian tidak informatif, kurang informatif, cukup informatif, menuju informatif dan informatif berdasarkan indikator indikator pertanyaan yang telah ditetapkan dalam kuesioner. KI Kaltara akan melaksanakan Monev pertama kali terhadap 219 badan publik di Kaltara pada tahun 2024 yang rencananya akan dilaksanakan pada awal Juni 2024 ini dan penganugerahan penghargaan (award) rencananya akan dilaksanakan pada Oktober 2024 yang akan diberikan oleh Gubernur Kaltara.
Monev ini dilaksanakan di pusat dan di provinsi. Tujuan Monev 2024 di Kaltara ini setidaknya membuat Badan Publik melaksanakan standar minimal layanan informasi, kualitas layanan informasi dan layanan informasi yang bersifat inklusif. Objek Monev ini sendiri adalah jenis informasi yang berkala dan tersedia setiap saat yang harus disediakan Badan Publik. Jika tidak disediakan, melalui Monev ini akan “memaksa” Badan Publik membuat standar layanan informasi publik sesuai standar Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2022.
Hasil Monev ini harus menggugah kesadaran Badan Publik untu mengoreksi diri jika masih terdapat banyak kekurangan dalam menyediakan layanan informasi. Monev ini sendiri bukan merupakan sebuah perlombaan buat Badan Publik. Namun, semakin banyak Badan Publik yang bersifat informatif, maka semakin baik bagi tata pemerintahan yang ada. Itu sebabnya, bagi Badan Publik yang tidak/kurang informatif harus memperbaiki diri pada era keterbukaan ini karena akan mendapatkan sorotan dari publik. Di sisi lain, hasil Monev merupakan feed back (umpan balik) yang membuat masyarakat dapat mengakses kedua jenis informasi berkala dan tersedia setiap saat dengan mudah. Minimnya keterlibatan dan pengertian publik dalam Keterbukaan
Informasi akan membuat kesadaran warga masyarakat menggunakan haknya sesuai UU KIP juga menjadi minim karena warga masyarakat tidak mengetahui apa tujuan dan manfaat dari UU Keterbukaan Informasi tersebut.
Di dalam penerbitan undang-undang dikenal asas erga omnes yang artinya adalah istilah dalam bahasa Latin yang berarti "terhadap semuanya". Dalam bidang hukum, hak atau kewajiban erga omnes adalah hak atau kewajiban "terhadap semua. Ketika undang-undang diterbitkan, maka undang-undang tersebut mengikat semua warga negara. Dengan demikian tidak ada alasan bagi Badan Publik untuk mengatakan tidak tahu sehingga tidak menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat karena undang-undang telah menyediakan masa dua (2) tahun sosialisasi sejak diterbitkannya UU KIP ini. Melalui pengenalan terhadap lembaga Komisi Informasi Kalimantan Utara diharapkan mampu memberi kontribusi dalam mengawal transparansi kebijakan publik dalam good governance. Terdapat kontribusi dalam mengawal kebijakan publik yang melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat juga secara sadar dapat menggunakan haknya untuk memohon, menyatakan keberatan dan membawa sengketa informasi ke lembaga yang sudah ditunjuk sebagai pelaksana dari Keterbukaan Informasi, yakni Komisi Informasi.
Mari kenali dan jaga bersama budaya Keterbukaan Informasi bersama Komisi Informasi Kaltara! Salam Keterbukaan Informasi.